Minggu, 31 Maret 2024

Ingatlah Allah

Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kelebihan kepada manusia dibandingkan makhluk lainnya berupa akal pikiran. Dia memberikan akal pikiran tersebut agar manusia dapat mentadaburi tanda-tanda kebesaran Allah yakni berupa keseimbangan yang ada di alam semesta, siang dan malam, matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, bahkan pada tubuh manusia sendiri terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan di bumi terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang yakin. Dan pada diri kalian sendiri, apakah kalian tidak melihatnya?”  (Adz Dzariyat: 20-21)

 

Ketika manusia memerhatikan dan merenungkan apa-apa yang terjadi di bumi ini maka ia akan menyadari bahwa di sana ada Dzat yang Maha Kuasa yang menciptakannya, Dzat yang Maha Esa yang mengaturnya dengan pengaturan yang sempurna.

 

Sehingga Sang Pencipta dan Pengatur tersebut adalah satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar karena Dialah yang Maha Esa, Dialah yang Maha Kuasa, dan Dialah pemilik seluruh nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan padanya.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Wahai manusia beribadahlah kepada Rabb kalian yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”   (Al Baqarah: 21)

 

Kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah agar kita bertakwa kepada-Nya. Ketika seseorang bertakwa kepada Allah maknanya: dia mensyukuri Allah dan tidak mengkufuri-Nya, dia menaati Allah dan tidak melanggar-Nya, dia pun mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya.

 

Mengingat/berdzikir kepada Allah merupakan aktivitas yang mulia dan sangat berharga. Ketika seseorang banyak menghabiskan waktu untuk berdzikir kepada Allah tidaklah dia merugi. Justru hal tersebut merupakan tabungan baginya di hari akhirat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tentang keutamaan dzikir “laa haula walaa quwwata illaa billaah”, Rasulullah bersabda kepada sahabat beliau Abu Musa Abdullah bin Qois Al Asy'ari: “Wahai Abdullah bin Qois, maukah aku tunjukkan kepadamu harta karun dari harta-harta karun surga, yaitu laa haula walaa quwwata illaa billaah.”  (HR Al Bukhari dan Muslim)

 

Begitu pula dzikir-dzikir lain yang shahih (benar) datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, merupakan tabungan bagi seorang hamba di akhirat. Di antara kitab yang memuat dzikir-dzikir yang dibaca oleh Rasulullah adalah kitab Al Adzkar, yang ditulis oleh Al Imam An Nawawi Asy Syafi’i.

 

Keuntungan amalan dzikir/mengingat Allah pun dapat dirasakan di dunia, yaitu merupakan sebab datangnya ketenangan. Sehingga seseorang yang lalai dari berdzikir pada hakikatnya ia tidak mendapat ketenangan. Walaupun dia terlihat tenang secara zhahir, akan tetapi batinnnya tidak memiliki ketenangan. Atau ketenangan tersebut hanya dirasakannya pada waktu yang sesaat. Bahkan seseorang yang lalai dari berdzikir diumpamakan seperti orang yang mati.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzikir kepada Rabbnya bagaikan orang yang hidup dan yang mati.”  (HR Al Bukhari)

 

Ketenangan yang ada pada diri seorang hamba berasal dari Allah. Sehingga seseorang yang hendak mendapatkan ketenangan tersebut harus menjalani sebab-sebab yang Allah tetapkan. Di antara sebab tersebut adalah dzikir kepada Allah.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang.”  (Ar Ra’d: 28)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah sekelompok manusia berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitabullah (Al Quran) dan mereka saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka sakinah(ketenangan) dan diliputi rahmat dan dikelilingi malaikat dan Allah menyebut-nyebut mereka.”  (HR Muslim)

 

Bagaimana mungkin Allah akan memberikan ketenangan kepada seorang yang lalai dari berdzikir kepada Allah.  Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang lupa kepada Allah. Maka Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri.”  (Al Hasyr: 19)

 

Akan tetapi, jika seorang hamba berdzikir kepada Allah, khusyu mengingat-Nya, Allah Maha Mensyukuri perbuatan hamba tersebut.

 

Allah ta'ala adalah Dzat yang senang dipuji. Sehingga hendaknya kita bersemangat untuk berdzikir dan memuji-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tak ada satupun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji diriNya sendiri.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

 

Hal tersebut bukan berarti Allah membutuhkan pujian dari hamba-Nya. Allah tetap mulia walaupun seluruh manusia lalai dari berdzikir kepada-Nya. Akan tetapi manusialah yang membutuhkan untuk selalu mengingat Allah karena manusia itu faqir kepada Allah. Manusia sangat membutuhkan untuk beribadah kepada Allah.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Wahai manusia kalian itu fuqoro (sangat butuh) kepada Allah.”  (Fathir: 15)

 

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepada sahabatnya agar senantiasa melantunkan lafazh-lafazh dzikir kepada Allah.Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

 

Sahabat Abdullah bin Busr berkata: Ada seseorang menemui Nabi lalu berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya syariat-syariat Islam ini semakin banyak atas kami, maka adakah satu perkara yang lengkap yang dapat kami pedomani (amalkan)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan dzikir (mengingat) Allah azza wa jalla.”  (HR Ahmad)

 

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah: “Sungguh mengherankan jika ada orang yang mengaku cinta, membutuhkan orang yang mengingatkannya tentang yang dicintainya tersebut.”

 

Maknanya seseorang yang mencintai Allah ia tidak membutuhkan orang lain untuk mengingatkannya tentang Allah, akan tetapi ia senantiasa berdzikir/mengingat Allah.

 

Seorang hamba yang senantiasa berdzikir kepada Allah selain ia mendapat ketenangan di dunia, ia pun akan mendapat jaminan dari Allah. Ia akan mendapat pertolongan dari Allah ketika ditimpa kesulitan.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Kalau seandainya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang yang senantiasa berdzikir (bertasbih) kepada Allah, ia akan tetap berada dalam perut ikan sampai hari dibangkitkan.”  (Ash Shaaffat: 143-144)

 

Akan tetapi Nabi Yunus senantiasa bertasbih di waktu lapang sehingga Allah menyelamatkannya dari kesulitan.

 

Juga dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kenalilah Allah ketika lapang maka Allah akan menolongmu ketika sempit.”  (HR Ahmad dan Al Baihaqi)

 

Merupakan konsekuensi dari ucapan syahadat: “Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah” yaitu hendaknya setiap muslim meniru Nabi Muhammad dalam setiap ibadah yang beliau kerjakan termasuk dalam hal berdzikir/mengingat Allah. Karena telah jelas bagi stiap muslim bahwa beliaulah yang paling bertakwa kepada Allah dan beliaulah makhluk yang paling dicintai oleh Allah.

 

Begitu pula hendaknya kita meniru Nabi Muhammad dalam hal kuantitas beliau dalam berdzikir kepada Allah. Beliau senantiasa berdzikir kepada Allah di setiap waktunya sebagaimana diucapkan oleh ‘Aisyah :

 

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan.”  (HR Muslim)

 

Beliaupun merupakan manusia yang terdepan dalam mengamalkan firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak.”  (Al Ahzab: 41)

 

Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk berdzikir kepada-Nya dan semoga kita dikumpulkan bersama Rasulullah beserta orang-orang yang senantiasa berdzikir di hari kiamat nanti. Aamiin.

 


 

Tidak ada komentar:
Write komentar