Minggu, 31 Maret 2024

Kembali Kepada Sumber Ilmu

Suatu kepuasan bagi setiap orang yang mencari ilmu pengetahuan dapat mengambilnya dari sumber ilmu itu sendiri, sehingga dia mengetahui secara hakikatnya ilmu yang dia cari kadang banyak kesalahan dalam memahami ilmu tersebut, dikarenakan dia tidak mengambil dari ahli dan sumbernya. Banyak orang hanya mencukupkan pengetahuannya dengan apa yang dia dengar tanpa menggali kembali kebenaran ilmu yang telah dia dengar. Oleh karena itu, banyak kesalahan dalam memahami ilmu tersebut. 

 

Begitu pula dengan ilmu syariat, hendaknya kita menimba ilmu dari ahli dan sumberya, terlebih Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan, menjelaskan kepada suluruh manusia bahwa sumber ilmu syariat  tidak lain adalah Al–Qur’an dan sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-haditsNya. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan perintah untuk memegang dengannya dalam ayat, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103). 

 

Dijelaskan oleh ahli tafsir bahwa yang di maksud dengan tali Allah adalah Al Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kedua perkara ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi. Kita dapatkan dalam Al Qur’an penyebutan hukum secara umum, dijelaskan dalam hadits rincian dan tata cara pelaksanaannya. Ini menunjukkan, Al Qur’an butuh penafsiran dan penjelasan dengan hadits yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

 

Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan 2 pegangan kitab untuk kita sampaikan kepada umat manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164). 

 

Makna Al Kitab dalam ayat ini adalah Al Qur’an dan al hikmah adalah sunnah. Sebagaimana datang dari Abdurrahman bi ‘Auf, dari Miqdam bin Ma’di, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya aku di berikan Al Qur’an dan yang semisal dengan Al Qur’an (sunnah).” (HR. Abu dawud, Ahmad)

 

Maka Al Qur’an dan sunnah harus berjalan bersama di dalam melaksanakan syariat. Tidak mungkin seseorang hanya memegang Al Qur’an tanpa sunnah, begitu pula sebaliknya. Dua kitab inilah sumber ilmu syariat islam, wajib bagi setiap muslim untuk kembali kepada keduanya ketika terjadi perselisihan di dalam agama. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan di dalam Al Qur’an, ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” ( QS. An Nisa: 59)

 

Dengan memegang teguh dua kitab ini, seseorang akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus dan tidak akan tersesat selamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian 2 perkara. Kalian tidak akan tersesat apabila kalian memegang keduanya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Imam Malik).

 

Kita tidak akan selamat dari berbagai macam kesesatan dan penyimpangan, kecuali kita kembali kepada 2 sumber yang menjadi pedoman kaum muslimin. Dua pedoman inilah yang menjadi timbangan bagi kaum muslimin dalam menghukumi satu perkara kebatilan ataukah kebenaran, kebaikan atau kejelekan, semua ditimbang dengan timbangan Al Qur’an dan sunnah. Perlu kita ketahui pula di dalam menimba ilmu syar’i, hendaknya kita mengambil ilmu dari ahlinya, yaitu para Ulama. Telah kita jelaskan pada edisi sebelumnya, bahwa para ulama adalah pewaris para nabi. Mereka bersungguh-sungguh menimba ilmu dari sumbernya. Sehingga mereka memahami agama ini dengan benar dan mengamalkannya sesuai dengan apa yang di perintahkan  Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka (para Ulama) bagaikan lentera di malam hari, membimbing manusia menuju jalan yang benar. Tidaklah semua orang ketika mengkaji Al Qur’an dan sunnah bisa langsung memahaminya, akan tetapi butuh para ulama yang menjelaskannya, memahamkan apa yang diinginkan darinya. Para ulama secara turun temurun menimba ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mulai dari kalangan sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian setelahnya (tabi’ut tabi’in) dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari akhir.

 

Islam di puncak kejayaan pada masa-masa mereka tidak lain dikarenakan mereka memegang Al Qur’an dan as Sunnah dengan kokoh. Kaum muslimin semua bersatu di atas dua pedoman ini dan mengembalikan segala permasalahan kepada orang-orang yang berilmu diantara mereka. Maka apabila kaum muslimin menginginkan kejayaannya kembali, hendaknya semua kembali kepada Al Qur’an dan as Sunnah. Sebagaimana Imam malik rahimahullah berkata, “Tidak akan baik umat sekarang ini, kecuali dengan apa yang telah menjadi baik umat-umat terdahulu (yaitu dengan Al Qur’an dan Sunnah).”

 

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengokohkan kita semua di atas islam, memberi kekuatan untuk bisa mengamalkan, dan memudahkan langkah kaki untuk menempuh jalan menuntut ilmu agama. Allahumma amiin.

 


 

Tidak ada komentar:
Write komentar