Advertisement

Rabu, 03 Juli 2024

Nasehat Pernikahan

1. Orang yang menikah berarti menjalankan sunnah para Rasul

 

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

 

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ

 

“Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR. Tirmidzi no. 1080 dan Ahmad 5/421. Hadits ini dho’if sebagaimana kata Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Namun makna hadits ini sudah didukung oleh ayat Al Qur’an yang disebutkan sebelumnya)

 

2. Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan

 

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

 

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[1], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

 

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)

 

3. Menikah menyempurnakan setengah agamanya

 

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

 

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

 

Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”

 

4. Menikah akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan.

 

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

 

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum:21).

 

Al Mawardi dalam An Nukat wal ‘Uyun berkata mengenai ayat tersebut, “Mereka akan begitu tenang ketika berada di samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah tersebut ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya.”

 

5. Allah yang akan mencukupkan rizki orang menikah

 

وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

 

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).

 

Di antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah: jika kalian itu miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu merasa cukup) dan boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An Nukat wal ‘Uyun).

 

Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

 

التمسوا الغنى في النكاح

 

“Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.”  (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

 

ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ

 

“Ada tiga orang yang akan mendapatkan pertolongan Allah: (1) orang yang berjihad di jalan Allah, (2) orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya, (3) budak mukatab yang ingin membebaskan dirinya.” (HR. An-Nasa’i, no. 3218; Tirmidzi, no. 1655; Ibnu Majah, no. 2518. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

 

6. Mendoakan orang yang menikah

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia menyatakan bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin memberikan ucapan selamat pada seseorang yang telah menikah, beliau mendoakan,

 

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ

 

“Semoga Allah memberkahimu ketika bahagia dan ketika susah dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR. Abu Daud, no. 2130; Tirmidzi, no. 1091. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

 

Allahu A'lam

 


 

Jumat, 07 Juni 2024

Sambutan Ketua Panita Pelatihan Sembelih Halal

Salam

 

Mukadimah

 

Yang saya hormati pengurus mahad al islam, pengurus SORBAN, dan para peserta pelatihan sembelih halal mahad al islam cileunyi. 

 

Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah subhanahu wataala karena berkat Rahmat dan pertolongan Nya lah kita bisa berkumpul di tempat yang insya Allah diberkahi oleh Allah.

 

Shalawat dan salam kita curah limpahkan kepada nabi kita Muhamad shalallahu alaihi wasallam

 

Pertama saya haturkan terima kasih kepada panitia yang telah mengerahkan waktu, tenaga dan fikirannya hingga berjalannya acara ini.

 

Tak lupa juga saya haturkan terima kasih kepada sponsor yang telah membatu terselenggaranya acara ini.

 

Hadirin yang dirahmati Allah

 

hari berganti bulan berlalu, tidak terasa satu pekan lagi kita akan menghadapi iedul adha, dan hendaknya setiap muslim sebelum melakukan suatu perbuatan, dia harus mengilmui perbuatan tersebut, sebagaimana imam al bukhari membuat Sebuah bab dalam kitab shahihnya ‘’al ilmu qobla qoul wal amal’’ berilmu sebelum berkata dan berbuat

 

Oleh karena itu pada hari ini kita akan sama-sama belajar bagaimana ilmunya menyembelih hewan qurban. Mulai dari Fiqih sembelih, Teknik sembelih, Teknik temali, Teknik perobohan sapi, Pengenalan bilah, dan Perlakuan kepada hewan sebelum disembelih.

 

Kita harapkan dengan adanya acara ini akan melahirkan muslim-muslim yang bisa menyembelih hewan qurban dengan baik dan benar.

 

Terakhir saya mewakili rekan-rekan panitia mohon maaf kepada para peserta jika dalam acara ini terdapat kekurangan atau kekhilafan kami. Semaksimal mungkin kami para panitia telah melakukan yang terbaik untuk kelancaran berjalannya acara ini. 

 

Hadirin yang dirahmati Allah

 

cukup sekian sambutan dari saya, terima kasih atas segala perhatian, mohon maaf atas segala kekurangan.

 

و بالله التوفيق و الهدابة

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 


 

Jumat, 24 Mei 2024

Nasihat Wali Santri

1. Niatkan menyekolahkan anak ke pesantren ikhlas karena Allah, bukan karena ingin dipuji/diakui, karena pengajarnya, karena bangunannya, apalagi karena ingin mendapatkan dunia.

 

Hadis dari umar bin khatab, Riwayat bukhari muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

 

2. Jika niatmya Ikhlas. Apapun masa depan anak kita itulah yang terbaik bagi mereka. Allah lebih tahu yang terbaik bagi anak kita.

 

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

 

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

 

3. Bersyukur orangtua mau menyekolahkan anaknya di pesantren dan anak mau sekolah dipesantren. Ini merupakan nikmat taufik dan hidayah dari Allah.

 

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

 

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Surat Ibrahim Ayat 7)

 

4. Seorang anak yang belajar ilmu agama akan mendapat kebaikan dari Allah.

 

Hadis dari Mu’awiyah, Riwayat bukhari muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

 

5. Seorang anak yang belajar ilmu agama akan takut kepada Allah.

 

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

 

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

 

Para ulama berkata,

 

من كان بالله اعرف كان لله اخوف

 

“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah.”

 

6. Berbahagialah orangtua yang anaknya belajar ilmu agama. Anaknya menjadi pahala jariyah ketika orangtuanya meninggal dunia.

 

Hadis dari Abu Hurairah, Riwayat muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

 

7. Harus diingat mendidik anak menjadi soleh tidak cukup mengandalkan pesantren saja. Orangtua mempunyai tanggungjawab mendidiknya di rumah dan menjadi contoh yang baik bagi anaknya, karena orangtua akan dimintai pertanggungjawaban atas anaknya.

 

Hadis dari ibnu umar. Riwayat bukhari. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَاْلأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.”

 

Juga Hadis sahih dari anas bin malik. Riwayat nasa’i. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 

إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ أَحَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرَّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

 

“Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya. Apakah ia pelihara ataukah ia sia-siakan, hingga seseorang ditanya tentang keluarganya”

 

8. Orangtua harus mengajarkan tauhid di rumah. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya,

 

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

 

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau memperskutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” [Luqman/31: 13]

 

9. Orangtua harus mengingatkan shalat kepada anaknya.

 

Hadis hasan Riwayat abu daud. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

 

“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).”

 

Allah subhanahu wataala berfiman dalam surat taha: 132

 

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

 

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kami-lah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa.” [Thaahaa/20 : 132]

 

10. Orangtua harus memperhatikan teman pergaulan anaknya.

 

Hadis sahih dari abu Hurairah. Riwayat abu daud. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

اَلرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

 

“Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa dia berteman.” 

 

11. Orangtua harus mendoakan anaknya

 

Ibadurrahman berdoa dalam surat al furqan : 74

 

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

 

“…Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” [Al-Furqaan/25 : 74]

 


 

 

Minggu, 31 Maret 2024

Kembali Kepada Sumber Ilmu

Suatu kepuasan bagi setiap orang yang mencari ilmu pengetahuan dapat mengambilnya dari sumber ilmu itu sendiri, sehingga dia mengetahui secara hakikatnya ilmu yang dia cari kadang banyak kesalahan dalam memahami ilmu tersebut, dikarenakan dia tidak mengambil dari ahli dan sumbernya. Banyak orang hanya mencukupkan pengetahuannya dengan apa yang dia dengar tanpa menggali kembali kebenaran ilmu yang telah dia dengar. Oleh karena itu, banyak kesalahan dalam memahami ilmu tersebut. 

 

Begitu pula dengan ilmu syariat, hendaknya kita menimba ilmu dari ahli dan sumberya, terlebih Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan, menjelaskan kepada suluruh manusia bahwa sumber ilmu syariat  tidak lain adalah Al–Qur’an dan sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-haditsNya. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan perintah untuk memegang dengannya dalam ayat, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103). 

 

Dijelaskan oleh ahli tafsir bahwa yang di maksud dengan tali Allah adalah Al Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kedua perkara ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi. Kita dapatkan dalam Al Qur’an penyebutan hukum secara umum, dijelaskan dalam hadits rincian dan tata cara pelaksanaannya. Ini menunjukkan, Al Qur’an butuh penafsiran dan penjelasan dengan hadits yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

 

Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan 2 pegangan kitab untuk kita sampaikan kepada umat manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164). 

 

Makna Al Kitab dalam ayat ini adalah Al Qur’an dan al hikmah adalah sunnah. Sebagaimana datang dari Abdurrahman bi ‘Auf, dari Miqdam bin Ma’di, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya aku di berikan Al Qur’an dan yang semisal dengan Al Qur’an (sunnah).” (HR. Abu dawud, Ahmad)

 

Maka Al Qur’an dan sunnah harus berjalan bersama di dalam melaksanakan syariat. Tidak mungkin seseorang hanya memegang Al Qur’an tanpa sunnah, begitu pula sebaliknya. Dua kitab inilah sumber ilmu syariat islam, wajib bagi setiap muslim untuk kembali kepada keduanya ketika terjadi perselisihan di dalam agama. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan di dalam Al Qur’an, ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” ( QS. An Nisa: 59)

 

Dengan memegang teguh dua kitab ini, seseorang akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus dan tidak akan tersesat selamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian 2 perkara. Kalian tidak akan tersesat apabila kalian memegang keduanya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Imam Malik).

 

Kita tidak akan selamat dari berbagai macam kesesatan dan penyimpangan, kecuali kita kembali kepada 2 sumber yang menjadi pedoman kaum muslimin. Dua pedoman inilah yang menjadi timbangan bagi kaum muslimin dalam menghukumi satu perkara kebatilan ataukah kebenaran, kebaikan atau kejelekan, semua ditimbang dengan timbangan Al Qur’an dan sunnah. Perlu kita ketahui pula di dalam menimba ilmu syar’i, hendaknya kita mengambil ilmu dari ahlinya, yaitu para Ulama. Telah kita jelaskan pada edisi sebelumnya, bahwa para ulama adalah pewaris para nabi. Mereka bersungguh-sungguh menimba ilmu dari sumbernya. Sehingga mereka memahami agama ini dengan benar dan mengamalkannya sesuai dengan apa yang di perintahkan  Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka (para Ulama) bagaikan lentera di malam hari, membimbing manusia menuju jalan yang benar. Tidaklah semua orang ketika mengkaji Al Qur’an dan sunnah bisa langsung memahaminya, akan tetapi butuh para ulama yang menjelaskannya, memahamkan apa yang diinginkan darinya. Para ulama secara turun temurun menimba ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mulai dari kalangan sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian setelahnya (tabi’ut tabi’in) dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari akhir.

 

Islam di puncak kejayaan pada masa-masa mereka tidak lain dikarenakan mereka memegang Al Qur’an dan as Sunnah dengan kokoh. Kaum muslimin semua bersatu di atas dua pedoman ini dan mengembalikan segala permasalahan kepada orang-orang yang berilmu diantara mereka. Maka apabila kaum muslimin menginginkan kejayaannya kembali, hendaknya semua kembali kepada Al Qur’an dan as Sunnah. Sebagaimana Imam malik rahimahullah berkata, “Tidak akan baik umat sekarang ini, kecuali dengan apa yang telah menjadi baik umat-umat terdahulu (yaitu dengan Al Qur’an dan Sunnah).”

 

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengokohkan kita semua di atas islam, memberi kekuatan untuk bisa mengamalkan, dan memudahkan langkah kaki untuk menempuh jalan menuntut ilmu agama. Allahumma amiin.

 


 

Keutamaan Ilmu

Tidak diragukan bahwa ilmu dan ahli ilmu memiliki kedudukan disisi Allah subhanahu wa ta ‘ala. Kita melihat para Ulama dihormati dan dimuliakan dikarenakan ilmu yang ada mereka. Hal ini adalah ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana di dalam firmannya, “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadilah:11). Cukuplah bukti keutamaan ilmu ketika orang-orang bodoh mengaku dirinya berilmu dan benci untuk dikatakan bodoh. 

 

Di dalam syariat dibedakan hukum tangkapan buruan Anjing yang terlatih dan diajari dengan Anjing biasa. Adapun Anjing yang diajari dan terlatih dalam berburu maka tangkapannya halal untuk dimakan apabila kita melepasnya dengan mengucapkan Basmallah, berbeda dengan Anjing biasa,  hasil tangkapanya tidak halal untuk dimakan (haram). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang Telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. AL Maidah:4).

 

Dengan ilmu setiap permasalahan bisa diketahui jalan keluarnya, oleh karena itu kita diperintahkan untuk bertanya dalam berbagai urusan dan permasalahan kepada orang berilmu. Dalam urusan agama kita bertanya kepada para Ulama, urusan dunia kepada orang yang ahli dalam bidang dunia tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS An Nahl: 43).

 

Terlebih dalam permasalahan agama, kita harus lebih semangat untuk mempelajari dan bertanya tentangnya. Karena ilmu agama kunci kebahagiaan hamba di dunia dan di akhirat. Salah satu bentuk kebahagiaan yang akan di dapat para penuntut ilmu dan ahli ilmu di dunia, para makhluk Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mendoakan kebaikan bagi mereka, terlebih kebahagiaan di akhirat Allah mudahkan jalannya menuju surga, dimudahkan untuk menempuh jalan-jalan kebaikan sesuai dengan ilmu yang mereka miliki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam abu Dawud dan Imam at Tirmidzi, dari sahabat Abu Darda radhiyallahu’anhu berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya terhadap para pencari ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit  dan bumi, sampai pun ikan yang ada yang berada di lautan. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan purnama dibandingkan seluruh bintang-bintang yang ada. Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar atau dirham, hanyalah mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang mangambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak”.

 

Tidak ada warisan yang paling berharga daripada ilmu. Manfaat ilmu tidaklah terbatas untuk orang yang kita tinggalkan, akan tetapi untuk generasi berikut dan berikutnya selama ilmu tersebut diambil manfaatnya oleh manusia. Pahala senantiasa mengalir bagi orang yang telah mengajarkan ilmu walaupun jasadnya sudah terkubur di dalam tanah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila meninggal anak Adam maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali 3 perkara; 1) Sedekah jariyah, 2) Ilmu yang diambil manfaatnya, 3) Anak shalih yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)

 

Dengan ilmulah kita dapat membedakan kebaikan dengan kejelekan, kebenaran dengan kebatilan, halal dan haram, juga membimbing, mengarahkan kita untuk mendapatkan kecintaan, keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala menjadi penjaga kita dari berbagai macam kebinasaan, kesesatan, penyimpangan di dalam agama. Oleh sebab itu diwajibkan bagi setiap kaum muslimin untuk belajar, terkhusus belajar perkara-perkara yang Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan bagi setiap hamba, baik tata cara shalat, puasa, zakat sesuai dengan apa yang telah disyariatkan Allah dan diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

 

Seorang muslim tidaklah dapat mewujudkan ibadah dengan benar tanpa didasari dengan ilmu. Kebutuhan kita terhadap ilmu itu lebih besar dibandingkan kebutuhan kita terhadap makanan atau minuman. Makan dan minum kita butuhkan 2 atau 3 kali saja dalam sehari, akan tetapi kebutuhan kita terhadap ilmu setiap hirupan nafas kita. Inilah yang dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah, menjelaskan betapa butuhnya kita semua terhadap ilmu yang bermanfaat. Menimba ilmu merupakan ibadah yang besar, bahkan al Imam asy Syafi’i pernah berkata, “Amalan yang paling utama setelah amalan-amalan yang wajib ialah menuntut ilmu.”

 

Akan tetapi keutamaan semua ini bisa di dapatkan apabila seorang ikhlas di dalam menggali ilmu karena Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menambahkan bagi kita ilmu yang bermanfaat dan memberi kekuatan untuk kita menempuh dan menggalinya, Allahumma Amiin.

 


 

 

Persiapan Menyambut Ramadhan

Bulan Ramadhan, bulan yang ditunggu oleh kaum muslimin. Bulan yang penuh dengan amalan, kaum muslimin mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambutnya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak amalan pada bulan sya’ban guna menyambut Ramadhan bulan setelahnya terutama dalam berpuasa. Sampai ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan dalam satu hadits, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berpuasa sehingga kami mengatakan, ‘Beliau tidak pernah berbuka (pada siang hari)’ dan dahulu Rasulullah berbuka sampai kami mengatakan, ‘Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berbuka’. Tidaklah aku melihat Rosulullah menyempurnakan  puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan dan tidak pula aku melihat Rasulullah berpuasa pada satu bulan yang paling banyak berpuasa padanya kecuali bulan Sya’ban” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Dengan hadits ini, para Ulama mengambil kesimpulan disunnahkannya memperbanyak amalan puasa pada bulan Sya’ban. Hal ini dalam rangka membiasakan dan melatih diri berpuasa sebelum masuk bulan Ramadhan. Sampai ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha hanya dapat mengqadha puasa-puasa yang sebelumnya dikarenakan keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disisi ‘Aisyah, sehingga demi memberikan pelayanan yang baik kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. ‘Aisyah radhiyallahu’anha mengakhirkan mengqadha puasa hingga bulan Sya’ban, karena pada bulan inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak puasa.

 

Bulan sya’ban menjadi bulan pemanasan dan latihan, sehingga apabila telah masuk bulan yang di tunggu-tunggu yaitu bulan Ramadhan, tinggal melanjutkan dan memantapkan apa yang telah dijalani.

 

Datang keterangan dalam hadits dari sahabat Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila masuk pertengahan Sya’ban janganlah kalian berpuasa”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Imam Tirmidzi menshahihkan hadits kata syaikh Al Albani, hadits ini shahih sesuai syarat imam muslim)

 

Dari hadits ini seakan-akan bertentangan dengan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, namun sebenarnya hadits ini tidaklah bertentangan dikarenakan larangan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah untuk berpuasa pada bulan Sya’ban apabila sudah masuk pertengahan dari bulan itu. Akan tetapi apabila seseorang berpuasa dari awal bulan sampai akhir bulan Sya’ban, tidak masuk dalam larangan tersebut.

 

Hal ini sebagaimana larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk puasa pada hari yang diragukan, yaitu  tanggal 28, 29, 30 di bulan Sya’ban dalam rangka berhati-hati dari masuknya awal bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa sebelumnya 1 atau 2 hari kecuali seseorang yang terbiasa puasa sebelumnya, maka berpuasalah pada hari itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Dalam hadits yang lain disebutkan, dari sahabat Ammar bin Yasir radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “siapa saja berpuasa pada hari yang diragukan padanya, maka telah memaksiati Abul Qasim (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam)”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

 

Maka kita dapat mengambil kesimpulan dari keterangan hadits-hadits diatas bahwa, tidak bolehnya berpuasa apabila sudah masuk pertengahan bulan Sya’ban, terlebih berpuasa 1 atau 2 hari sebelum masuk bulan Ramadhan. Bagi seorang yang berpuasa sunnah dari awal bulan Sya’ban tidaklah masuk dalam larangan ini. Baginya untuk meneruskan puasanya walaupun bertepatan dengan 1 atau 2 hari sebelum masuk bulan Ramadhan.

 

Marilah kita bersemangat wahai kaum muslimin, untuk meningkatkan dalam melaksanakan ibadah pada bulan Sya’ban ini, terutama ibadah puasa. Sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu, ketika kita menyambut bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan yaitu bulan Ramadhan, kita telah bersiap untuk menambah berbagai amalan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

“Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk senantiasa mengingatMU, bersyukur kepadaMU, dan beribadah dengan baik kepadaMu”, Allahumma Amiin.

 


 

 

 

Nilai Sebuah Kejujuran

Islam datang di tengah – tengah manusia mengajak kepada kejujuran, baik dalam ucapan atau amalan. Secara fitrah manusia sepakat bahwa kejujuran adalah akhlak yang mulia nan terpuji. Manusia cenderung senang terhadap orang – orang yang jujur, sebaliknya kedustaan, kebohongan merupakan akhlak yang tercela. Manusia merasa tidak aman dengan orang – orang yang senantiasa berdusta.

 

Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum diangkat sebagai rasul, dikenal sebagai orang terpercaya dan jujur. Orang – orang kafir Quraisy mengakui akan kejujuran beliau, sehingga beliau diberi gelar “Al Amiin”.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan memerintahkan kepada para sahabat agar mereka senantiasa diatas kejujuran. Sebagaimana ketika ditanyakan oleh raja Heraklius (Hiroqol), apa yang diajarkan dan diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya? Dijawab : Ia memerintahkan kami melaksanakan shalat, bersikap jujur, menjaga kehormatan dan menyambung silaturahmi. Beribadahlah kepada Allah saja dan jangan menyekutukan kepadanya dengan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan bapak – bapak kalian.

 

Makna dari jujur ialah sesuainya kabar dengan kenyataan. Apabila seseorang mengabarkan sesuatu sesuai dengan terjadinya tanpa dia tambah – tambahkan atau dia kurangi, dia telah berkata jujur. Adapun jujur dalam amalan yaitu seseorang berbuat sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya, dzahirnya sama dengan batinnya. Maka orang yang beribadah dengan ingin dilihat orang lain, tidaklah jujur dalam amalannya.Karena dia menampakkan seakan beribadah dengan ikhlas karena Allah akan tetapi hatinya bertentangan.

 

Kejujuran adalah pangkal dari berbagai macam kebaikan. Betapa banyak muncul kebaikan disebabkan dari kejujuran. Terjalinnya silaturahmi, saling percaya, amanah senantiasa terjaga, dan yang lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). apabila Telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). tetapi Jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Muhammad : 21)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu : “sesungguhnya kejujuran menghantarkan kepada kebaikan dan kebaikan menghantarkan menuju surge. Sesungguhnya seorang dia berkata jujur, sehingga dicatat disisinya sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan menghantarkan kepada kejelekan dan kejelekan menghantarkan kepada neraka. Sungguh seorang berdusta sampai Allah catat dia sebagai pendusta.” (HR Bukhari dan Muslim)

 

Dari kejujuran timbul rasa tenang, karena orang yang jujur tidak pernah menyesal. Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menyelamatkan orang yang jujur dengan kejujurannya, sehingga kita dapatkan orang – orang yang jujurdalam keadaan tenang tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Dikarenakan dia telah melakukan sesuai dengan yang semestinya dan jujur, baik dalam ucapan atau perbuatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “sesungguhnya kejujuran adalah ketenteraman dan dusta adalah kebimbangan.” (HR.Tirmidzi, dishahihkan oleh syaikh Al Albani)

 

Nilai kejujuran didalam syariat sangatlah agung. Allah subhanahu wa ta’ala membalas kejujuran dengan ganjaran yang besar. Dalam ayatnya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

 

Namun yang sangat disedihkan, kejujuran menjadi sesuatu yang langka ditengah – tengah manusia. Tidaklah didapatkan orang yang jujur kecuali segelintir dari kalangan mereka. Adapun kedustaan menjadi sesuatu yang ringan, menyampaikan kabar tidak sesuai dengan kenyataannya. Kadang dilebihkan kadang dikurangi, bahkan jauh dari kenyataan.

 

Padahal Allah subhanahu wa ta’ala memposisikan orang – orang yang jujur derajat kedua setelah para nabi dan rasul.Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan orang – orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dengan jalan yamg lurus. Mereka – mereka yang engkau berikan kenikmatan dari kalangan para nabi, orang – orang jujur, orang yang mati syahid, dan orang – orang yang shaleh, mereka – merekalah sebaik – baik teman. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An Nisaa : 69).

 

Abu Bakr ash Shiddiq radhiyallahu’anhu adalah manusia paling jujur diantara para shiddiqin, sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam yang paling utama. Beliau membenarkan kabar yang datang dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tanpa keragua. Sehingga beliau diberi gelar ash shiddiq. Beliau senantiasa jujur dalam ucapan dan perbuatan.

 

Barangsiapa yang ingin mendapatkan keutamaan sebagaimana yang telah didapatkan oleh Abu Bakr ash Shiddiq radhiyallahu’anhu, baginya untuk bersifat jujur. Hendaklah kejujuran menjadi perangai yang ada pada seorang muslim. Jadilah kiya termasuk orang – orang yang jujur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (At Taubah : 119).

 

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufiq kepada seluruh kaum musliminvuntuk bersikap jujur dalam ucapan dan amalan, Allahumma Amiin.