Senin, 03 Juli 2023

Pembagian Orang yang Mampu Dalam Mengerjakan Ibadah Haji

Pertama,  orang yang mampu dari sisi hartanya sehingga mempunyai bekal berangkat ke baitullah dan kembali ke rumahnya, bisa meninggalkan harta untuk kebutuhan keluarganya selama ditinggalkan ibadah haji dan adanya kendaraan yang dapat mengantarkannya ke baitullah. Maka orang tersebut wajib baginya untuk mengerjakan haji.

 

Namun orang yang tidak mempunyai bekal yang cukup dan tidak ada kendaraan yang mengantarkannya ke baitullah maka tidak ada kewajiban baginya mengerjakan haji, walaupun dia meninggal dunia belum mengerjakan haji maka tidak ada dosa baginya tidak mengerjakan haji, karena belum terpenuhi baginya syarat wajib haji.

 

Kedua,  orang yang mempunyai harta dan ada kendaraan yang dapat mengantarkannya ke baitullah. Namun fisiknya tidak mampu mengerjakan haji karena sakit yang bisa disembuhkan, atau perjalanan menuju baitullah tidak aman karena adanya perang. Maka kewajiban hajinya diakhirkan sampai sembuh sakitnya dan aman perjalanannya.

 

Ketiga, orang yang mempunyai harta dan ada kendaraan yang dapat mengantarkannya ke baitullah. Namun terhalang oleh hal yang tidak bisa dihilangkan seperti umurnya sudah sangat tua atau sakit yang tidak bisa disembuhkan, sehingga tidak bisa mengerjakan ibadah haji. Maka kewajiban ibadah hajinya diwakilkan atau dibadalkan. Dalil yang dipakai landasan diperbolehkan haji diwakilkan atau dibadalkan diantaranya :

 

عن ابن عباس رضي الله عنه قال : ان امرأة من خثعم قالت : يا رسول الله ان أبى أدركته فريضة الله فى الحج شيخا كبيرا لا يستطيع أن يستوي على ظهر بعيره  قال : فحجى عنه

 

Dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang Wanita dari Khats'am berkata : ‘’Ya Rasulallah, sesungguhnya bapakku ketika datang kewajiban haji, beliau dalam keadaan sangat tua tidak lagi mampu untuk naik kendaraannya’’, Rasulullah – shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda : " hajikanlah ia " ( HR. Bukhori, Muslim dan yang lain )

 

Hadis ini menunjukkan bolehnya seorang Wanita mewakilkan haji untuk pria, begitupula pria boleh mewakilkan haji untuk Wanita. Jika yang diwalikan hajinya masih hidup maka harus dengan izin yang diwakilkan dan jika yang diwakilkan hajinya sudah meninggal dunia maka boleh diwakilkan hajinya dengan menggunakan harta orang yang sudah meninggal dunia tersebut.

 

Keempat, Wanita yang mempunyai harta dan ada kendaraan yang dapat mengantarkannya ke baitullah Namun tidak ada mahram yang menemani selama perjalanan ibadah hajinya, maka ibadah hajinya boleh diwakilkan atau dibadalkan. Hal ini dikarenakan seorang Wanita tidak boleh melakukan perjalanan tanpa mahram walaupun itu untuk ibadah haji.

 

Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,

 

لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر يوماً وليلة ليس معها ذو محرم

 

“Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bersafar sehari semalam tanpa disertai mahramnya.” (HR. Bukhari, no. 1088 dan Muslim, no. 1339. Imam Bukhari mengeluarkan hadits ini dalam kitab Shalat, Bab “Jarak yang Dibolehkan Mengqashar Shalat”. Hadits ini disebutkan dalam Shahih Muslim pada Kitab Haji, Bab “Safar Wanita Bersama Mahram pada Haji dan Selainnya”)

 

Begitupula seorang Wanita tidak boleh melakukan perjalanan ibadah haji dengan mengandalakan kelompok hajinya dan tidak ada mahram didalamnya. Hal ini dikarenakan Rasulullah shalallahu alaihiwasallam pernah menyuruh seorang lelaki untuk tidak mengikuti jihad dan menemani istrinya melakukan ibadah haji.

 

Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’ahu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

 

لا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، ولَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إلَّا ومعهَا مَحْرَمٌ، فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ إنِّي أُرِيدُ أنْ أخْرُجَ في جَيْشِ كَذَا وكَذَا، وامْرَأَتي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقالَ: اخْرُجْ معهَا

 

“Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke rumahnya kecuali ada mahramnya”. Maka seorang sahabat berkata: “wahai Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) perang ini dan itu, sedangkan istriku ingin berhaji”. Nabi bersabda: “temanilah istrimu berhaji” (HR. Bukhari no. 1862, Muslim no. 1341).

 

Allahu A’lam

 


 

 

Tidak ada komentar:
Write komentar