Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam menikahi ‘Aisyah di bulan Syawal disaat orang-orang jahiliyah menganggap bahwa menikah di bulan Syawal adalah kesialan, tidak membawa berkah, dan dapat mendatangkan perceraian. Hal ini dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam sebagai bantahan bahwasannya keyakinan tersebut tidak benar. Sampai Aisyah pun suka menikahkan para wanita di bulan syawal.
‘Aisyah radiallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menceritakan,
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ،
فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ:
((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ))
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan
Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka
isteri-isteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang manakah yang lebih
beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa
dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal” (HR. Muslim).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah untuk membantah keyakinan yang
salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘ied (bulan
Syawwal termasuk di antara ‘ied fitri dan ‘idul Adha), mereka khawatir akan
terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.” (Al-Bidayah wan Nihayah,
3/253).
Imam An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Di dalam
hadits ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah
tangga pada bulan Syawal. Para ulama syafi’iyyah telah menegaskan anjuran
tersebut dan berdalil dengan hadits ini. Dan Aisyah Radiyallahu ‘anha ketika
menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat
jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang
menyatakan makruh menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan
Syawwal. Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya. Ini termasuk peninggalan
jahiliyyah yang menganggap sial hal itu, dikarenakan penamaan syawal dari kata
al-isyalah dan ar-raf’u (menghilangkan dan mengangkat) yang bermakna ketidak beruntungan
menurut mereka” (Syarh Shahih Muslim 9/209).
Allahu A’lam
Tidak ada komentar:
Write komentar