Ketika kita mulai mengajak orang-orang ke jalan agama dengan menyebarkan tulisan nasihat atau video nasihat. Tidak sedikit dari mereka yang tenggelam dengan perbuatan dosa berubah menjadi baik. Hal ini tentu membuat setan geram dan berusaha untuk menghentikan yang sedang kita kerjakan. Karena memang dasarnya setan ingin menyesatkan manusia.
Diriwayatkan dari Sabrah bin Abi
Fâkih berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya
syaitan duduk untuk menghalang-halangi seorang anak Adam dari berbagai jalan.
Syaitan duduk menghalangi jalan untuk masuk Islam. Syaitan berkata, ‘(Apakah)
kamu masuk ke dalam Islam dan kamu tinggalkan agamamu, agama bapak-bapakmu dan
agama nenek moyangmu?’ Anak Adam tersebut tidak mentaatinya, kemudian dia masuk
Islam. Kemudian syaitan pun menghalangi jalan untuk berhijrah dan dia berkata,
‘(Apakah) kamu akan berhijrah dan kamu meninggalkan bumi dan langitmu?
Sesungguhnya perumpamaan orang yang berhijrah adalah seperti kuda yang diikat
dengan tali. Kemudian anak Adam tesebut tidak mentaatinya dan terus berhijrah.
Kemudian syaitan duduk untuk menghalangi jalan untuk berjihad. Syaitan berkata,
‘(Apakah) kamu akan berjihad? Jihad itu adalah perjuangan dengan jiwa dan
harta. Engkau berperang, dan nanti kami terbunuh, istrimu akan dinikahi (oleh
orang lain) dan hartamu akan dibagi-bagi.’ Kemudian anak tersebut tidak
mentaatinya, kemudian terus berjihad.” Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata, “Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka Allâh
berkewajiban untuk memasukkannya ke dalam surga.’’ (HR. An-Nasaai no. 3134.
Hadits ini dinyatakan shahiih oleh Syaikh Al-Albani)
Setan melancarkan tipu
muslihatnya kepada para pendakwah dengan bisikan meninggalkan dakwah dan
fokuslah mencari nafkah. Maka terbayanglah kebutuhan keluarga dari mulai tempat
tinggal, makanan, pakaian, sampai biaya sekolah anak. Karena bisikan ini tidak
sedikit para pendakwah meninggalkan dakwahnya lalu disibukan dengan bisnisnya,
namun banyak juga yang istiqomah dalam berdakwah.
Sebenarnya berdakwah dan mencari
nafkah bisa dilakukan secara bersamaan, asalkan tujuan mencari nafkan bukan
untuk memperkaya diri. Para salaf terdahulu bekerja mencari nafkah hanya untuk
mencukupi kebutuhannya dan agar tidak meminta-minta kepada manusia. Sehingga
masih ada waktu untuk berdakwah.
Ketika Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam wafat, umat sepakat mengangkat Abu Bakar untuk menjadi
Khalifah. Di tengah kesibukannya untuk mengurusi kaum muslimin, ia juga tetap
menjalankan aktivitas sebagai pedagang. Sampai suatu ketika, Umar bin Khattab
menghampirinya dan menanyakan: “Mengapa engkau masih berdagang, sedangkan
sekarang engkau sudah menjadi Amirul Mukminin?” Abu Bakar pun menjawab bahwa ia
perlu untuk menafkahi keluarganya.
Muhammad bin sirrin, said bin
musayib, abu hanifah dan para ulama lainnya, mereka masih bisa berdakwah sambil
mencari nafkah dengan berdagang. Tentunya hal ini sebagai contoh bahwa
berdakwah tidak serta-merta menjadikan seseorang tidak bisa mencari nafkah
untuk keluarganya.
Allahu A’lam
Tidak ada komentar:
Write komentar