Rabu, 02 Agustus 2023

Larangan Ihram

Pertama, khusus bagi laki-laki tidak boleh memakai pakaian berjahit yang berbentuk badan dan penutup kepala. 

 

Laki-laki yang berihram tidak boleh kepalanya ditutup dengan sesuatu yang menempel ketika tidur, bangun dan meninggal dunia. Kepalanya harus terbuka terus. Jika meninggal dunia maka dikafani dengan kain ihramdan kepalanya tidak ditutup. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

 

وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ أَوْ قَالَ ثَوْبَيْهِ وَلَا تُحَنِّطُوهُ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُلَبِّي

 

‘’dan kafanilah dengan dua helai kain, Atau kata Beliau: dengan dua helai pakaian (ihram) nya dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena nanti Allah akan membangkitkannya pada hari qiyamat dalam keadaan bertalbiyyah". [HR. Bukhari 1717]

 

Namun boleh berteduh dibawah bayangan, seperti memakai payung atau tenda. Karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pernah naik hewan tunggangan Bersama bilal dan usamah. Salah satunya memegang kendali hewan tunggangan dan yang lainnya mengangkat baju diatas kepala Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

 

Begitujuga boleh membawa barang diatas kepalanya apabila dibutuhkan. Karena tujuannya bukan untuk menutup kepala. Namun apabila tujuannya untuk menutup kepala maka hukumnya tidak boleh. Sebagaimana yang difatwakan syaikh ibn baz.

 

Kedua, tidak boleh memakai minyak wangi. 

 

Larangan ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Hal ini dikarenakan Rasulullah shalallahualaihi wasallam melarang jenazah saat di arafah diberi wewangian.

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ بَيْنَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ أَوْ قَالَ فَأَقْعَصَتْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ أَوْ قَالَ ثَوْبَيْهِ وَلَا تُحَنِّطُوهُ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُلَبِّي

 

Dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; "Ada seorang laki-laki ketika sedang wukuf bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di 'Arafah terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga ia terinjak" atau dia Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Hingga orang itu mati seketika". Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Mandikanlah dia dengan air dan (air) yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain, Atau kata Beliau: dengan dua helai pakaian (ihram) nya dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena nanti Allah akan membangkitkannya pada hari qiyamat dalam keadaan bertalbiyyah". [HR. Bukhari 1717]

 

Hadis ini menunjukan bahwasannya orang yang sudah ihram tidak boleh memakai wewangian ketika hidup atau meninggal dunia. Rasulullah memakai wewangian di badannya ketika sebelum ihram, tidak setelah ihram.

 

Dilarang juga orang yang sudah ihram sengaja mencium wewangian. Namun jika dia mencium wewangian tanpa disengaja maka boleh karena bukan atas kehendaknya. Begitujuga tidak mengapa bau wangi yang ada di badannya dari minyak wangi yang dipakai sebelum ihram. Walaupun minyak wangi itu setelah ihram terkena keringat badan lalu menempel di kain ihram, maka ini tidak mengapa.

 

Ketiga, tidak boleh memburu Binatang. 

 

Orang yang sudah berihram tidak boleh berburu dan memakan hasil buruan yang diburu untuk dirinya. Allah subhanahuwataala berfirman,

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْتُلُوا۟ ٱلصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَن قَتَلَهُۥ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِۦ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًۢا بَٰلِغَ ٱلْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّٰرَةٌ طَعَامُ مَسَٰكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِۦ ۗ عَفَا ٱللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ ٱللَّهُ مِنْهُ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ ذُو ٱنتِقَامٍ

 

‘’Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (QS. Al Maidah ; 95)

 

Namun jika memakan hasil buruan yang diburu bukan untuk dirinya maka boleh dia memakannya walaupun dalam keadaan berihram.

 

Keempat, tidak boleh berjima, berbicara porno, berselisih, mengkhitbah, menikah dan menikahkan. 

 

Allah subhanahu wataala berfirman :

 

ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

 

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.  (Surat Al-Baqarah Ayat 197)

 

Rafats artinya berjima dan semua yang mengundang untuk berjima. Fusuq artinya perbuatan maksiat. Jidal artinya perselisihan. Orang yang berjima ketika berihram maka batal ihramnya.

 

Orang yang berihram juga tidak boleh mengkhitbah, menikah, menikahkan dan menjadi saksi nikah. Sebagaimana hadis dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

 { لَا يَنْكِحُ اَلْمُحْرِمُ, وَلَا يُنْكِحُ, وَلَا يَخْطُبُ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ

 

 “Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan menikah, menikahkan, dan melamar.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1409]

 


 

 

 

Tidak ada komentar:
Write komentar