Minggu, 30 Juli 2023

Yang Dilakukan Sebelum Ihram

Pertama Mandi, hendaknya mandi sebelum melakukan ihram, apalagi setelah melakukan perjalanan Panjang agar tidak ada kotoran dan bau keringat dibadannya.

 

Kedua Membersihkan kotoran, hendaknya sebelum melakukan ihram memotong kuku jika Panjang, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu saat melakukan haji atau umrah, karena tidak boleh memotong rambut setelah ihram.

 

Ketiga memakai wewangian, dianjurkan memakai wewangian dibadan dan tidak boleh memakai wewangian dibaju ihram sebelum melakukan ihram. Bagian badan yang diberi wewangian seperti rambutnya, ketiaknya dan bagian tubuh yang biasanya diberi minyak wangi.

 

Keempat memakai pakaian ihram, hendaknya memakai dua helai kain untuk menutupi bagian bawah badan dan bagian atasnya. Tidak boleh memakai pakaian yang dijahit menyambung seperti sarung, kemeja, pakaian dalam, kaos, celana pendek dan semua pakaian yang berjahit.

 

Dianjurkan memakai pakaian ihram berwarna putih dan selain putih, kecuali warna merah polos. Karena laki-laki tidak boleh memakai pakaian berwana merah polos. Begitujuga tidak boleh pakaian ihram terkena minyak wangi, jika terkena minyak wangi segera mencucinya agar hilang wanginya.

 

Untuk Wanita boleh memakai pakaian ihram apa saja asalkan menutup aurat dan boleh memakai pakaian yang berjahit. Hendaknya tidak memakai pakaian yang menarik pandangan orang-orang. Tidak boleh juga ketika berihram memakai cadar dan sarung tangan. Apabila seorang Wanita yang berihram berpapasan dengan lelaki bukan mahram maka boleh menutup wajah dan tangannya dengan kain bajunya.

 

Wanita yang haid ingin Mengerjakan haji atau umrah lalu melalui miqat hendaknya tetap berniat ihram. Sebagaimana Asma binti Umais radiyallahuanha melahirkan di tempat miqat dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memerintahkannya untuk mengambil ihram di miqat.

 

Kelima berniat ihram, orang yang sudah Mengerjakan hal-hal diatas maka hendaknya dia berniat ihram di dalam hatinya. Apabila sudah berniat ihram maka dia sudah berihram dan terkena baginya larangan-larangan ihram.

 

Apabila seseorang sampai ke miqat dan masuk waktu shalat fardu, hendaknya ia berniat ihram setelah shalat fardu. Seperti halnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berniat ihram diatas untanya setelah shalat dzuhur.

 

Apabila sampai ke miqat bukan pada waktu shalat fardu dan bukan waktu dilarang shalat sunah. Jumhur ulama berpendapat boleh melakukan shalat sunnah ihram. Dalil yang dipakai oleh jumhur ulama adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

 

َسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَادِي العَقِيقِ يَقُولُ: أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي، فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا الوَادِي المُبَارَكِ ، وَقُلْ: عُمْرَةً فِي حَجَّةٍ

 

“Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di lembah Al-‘Aqiq, beliau berkata, “Malaikat yag diutus oleh Rabbku datang kepadaku dan berkata, “Shalatlah di lembah yang penuh berkah ini dan katakanlah, “Aku berniat melaksanakan ‘umrah dalam ibadah haji ini.” (HR. Bukhari no. 1534)

 

Sebagian ulama lainnya seperti Syaikh ibnu utasimin, syaikh bin baz, syaikh shalih al fauzan dan syaikh ibnu taimiyah mengatakan bahwa tidak terdapat dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat sunnah dua rakaat ihram, yaitu shalat sunnah khusus dua raka’at yang dikerjakan oleh jamaah haji atau umrah sebelum memasuki rangkaian manasik haji atau umrah.

 

Yang terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau memulai ihram setelah shalat fardhu (yaitu shalat dzuhur) di Dzul Hulaifah (sekarang disebut Bir ‘Ali), kemudian beliau mulai berihram.

 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata,

 

َينلأمته صلاة للإحرام لا بقوله ولا بفعله ولا بإقربغي أن نعلم أن الإحرام ليس له صلاة فإنه لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلّم أنه شرع اره.

 

“Hendaknya diketahui bahwa ihram itu tidak memiliki shalat tertentu (yang dikerjakan sebelum ihram, pent.). Karena tidak terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mensyariatkan untuk umatnya shalat ihram, baik dengan perkataan, perbuatan, atau dengan persetujuannya.” (60 Su’aalan fi Ahkaamil Haidh wan Nifaas, hal. 43)

 

Apabila sampai ke miqat bukan pada waktu shalat fardu dan bukan waktu dilarang shalat sunah lalu dia tidak Mengerjakan shalat di tempat miqat dan langsung berniat ihram maka ini boleh dilakukan.

 

Allahu A’lam

 


 

Tidak ada komentar:
Write komentar