1. Masjid Nabawi
Dalam sejarah kaum muslimin, kita dapati bahwa masjid memiliki andil yang besar dalam peradaban islam dan penyebarannya. Kita bisa lihat pada era Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam didapati bahwa masjid pada era beliau merupakan pusat peradaban kaum muslimin, pusat penyebaran ilmu, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.
Pada hari kedatangana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, terpancar kegembiraan dari wajah-wajah kaum muslimin, dari pembesarnya hingga para budak yang ada, baik dari golongan Muhajirin maupun Anshor.
Kegembiraan atas kedatangan Rasulullah dan besarnya cinta kaum Anshar kepadanya menyebabkan setiap beliau melewati rumah kaum Anshar maka pembesar kaumnya akan mengundang beliau untuk singgah atau menginap di tempat mereka, akan tetap beliau mengatakan, ” Biarkan dia (yaitu onta Nabi) berjalan, karena sesungguhnya dia telah mendapat perintah”. Maka iapun berjalan hingga onta yang beliau tunggangi tersebut melewati kediaman Bani Malik bin An Najjar dan akhirnya menderum pada tempat pengeringan kurma yang kelak akan dibangun di situ Masjid Nabawi.
Nabi pun bertanya siapa pemilik tempat tersebut, maka Mu’adz bin Afra’ mengatakan kepada beliau bahwa ia milik Sahl dan Suhail, dua anak yatim bersaudara dari bani An-Najjar. Kemudian Nabi pun bertemu dengan kedua anak tersebut dan meminta mereka untuk menjual tanah tersebut, namun Sahl dan Suhail tidak mau menjualnya, mereka ingin tanah itu di hibahkan saja, akan tetapi Nabi menolak dan tetap meminta agar tanah tersebut dijual, hingga akhirnya mereka menyetujui untuk menjual tanah tersebut, dan mulailah beliau membangun masjid Nabawi.
Pembangunan masjid Nabawi sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Umar radhiallahu ‘anhu yang artinya : “Bahwasannya pada masa Rasulullah, masjid dibangun dengan menggunakan tanah liat yang dikeraskan (bata), atapnya dari dedaunan sedangkan tiang-tiangnya dari batang pohon kurma. Pada masa Abu Bakar maka dia tidak melakukan penambahan renovasi, sedangkan pada masa Umar maka ia memberi tambahan renovasi dengan batu bata dan dahan batang kurma sesuai dengan bentuk yang ada pada masa Rasulullah. Tiang utamanya diganti dengan kayu, kemudian pada masa Ustman maka dia menambahkan perenovasian yang banyak. Maka Ustman membangun tembok masjid dengan batu yang dipahat, dan dengan kapur. Beliau membangun tiang-tiang masjid dengan batu-batu yang diukir, serta atapnya dari pohon saaj (pohon besar). (Sahih al-Bukhari n0 446).
Masjid Nabawi pada awal dibangunnya memeiliki beberapa jumlah pintu yang bisa dibagi menjadi dua, yaitu :
Pertama, Pintu Umum dan Utama, yaitu pintu yang dibuka bagi setiap orang yang datang dari luar masjid dimana ia berhadapan dengan jalan
Terdapat tiga pintu utama, yaitu :
1. Pintu dari arah selatan, disebut pula pintu Abu Bakar ash Siddiq
2. Pintu dari arah timur, disebut pula sebagai pintu Alu Ustman, yang dikemudian hari disebut sebagai pintu jibril, dan dari sinilah biasanya Nabi masuk ke dalam masjid
3. Pintu dari arah barat, disebut sebagai pintu Atikah dan disebut pula sebagai pintu Ar Rahmah
Kedua, Pintu khusus yaitu pintu yang terhubung dengan rumah-rumah para sahabat yang tinggal bertetangga dengan masjid Nabawi
Keutamaan Masjid Nabawi
1. Masjid yang dibangun atas dasar taqwa
2. Pahala shalat 1000 kali lipat. Imam Nawawi menjelaskan bahwa keutamaan ini tidak hanya khusus bagi siapa yang melakukan sholat fardu di masjid Nabawi, akan tetapi keutamaan ini mencakup shalat fardu dan sholat sunnah berdasarkan keumuman lafadz “sholat” pada hadist ini.
3. Masjid Nabawi merupakan salah satu dari 3 mesjid yang menjadi tujuan safar dalam rangka ibadah
4. Terdapat sebagian taman surga padanya, sebagaimana sabda beliau yang artinya : “Tempat yang ada di antara rumahku dan mimbarku adalah raudhah (taman) di antara taman-taman surga”. (HR Bukhari no 1121)
5. Belajar maupun mengajar di dalamnya bagaikan jihad di jalan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya : “Siapapun yang masuk masjid kami ini untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka ia seperti orang yang berperang di jalan Allah”. (HR Ahmad no 8248)
2. Raudhoh
Makna dari Raudhoh adalah taman surga. Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa pendapat ulama tersimpulkan pada tiga pendapat, yaitu :
Pertama : Tempat ini mirip seperti taman-taman di surga dari sisi orang yang duduk dan beribadah di situ akan merasakan ketenangan seperti tenang dan tentramnya di dalam surga
Kedua : Ibadah di tempat ini merupakan sebab untuk masuk surga
Ketiga : Tempat ini akan diangkat dan dipindahkan ke surga.
Dari penjelasan para ulama di atas bisa disimpulkan bahwasannya dianjurkan untuk beribadah di Raudhoh, baik shalat, berdzikir, berdoa dan lain-lain. Karenanya sholat (bahkan ibadah secara umum) di Raudhoh lebih baik dari pada sholat di lokasi lain di Masjid Nabawi, kecuali shalat berjamaah maka shof pertama lebih utama daripada di Raudhoh yang di belakang. Karena keutamaan ar-Raudhoh berkaitan dengan dzat ar-Raudhoh itu sendiri, sementara shaf pertama keutamaannya berkaitan dengan sholat secara langsung, maka dalam hal ini keutamaan yang berkaitan dengan dzat sholat secara langsung lebih dikedepankan dari keutamaan tempat yang tidak berkaitan dengan sholat secara langsung. Ukuran Raudhoh adalah 22 meter x 15 meter = 330 meter persegi
Peringatan kepada orang yang hendak beribadah di ar Raudhoh
Hendaknya ia masuk ke ar-Raudhoh dengan antri, tidak menyakiti dan mengganggu orang lain. Karena sholat di ar-Raudhoh hukumnya sunnah sementara menyakiti dan mengganggu orang lain hukumnya adalah haram.
Jika masuk ke ar-Raudhoh di waktu-waktu terlarang untuk sholat sunnah, maka hendaknya ia jangan shalat sunnah, akan tetapi beribadah kepada Allah dengan ibadah-ibadah yang lain seperti dzikir, berdoa dan membaca al-Qur’an.
Ke ar-Raudhoh hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib. Jika seseorang dimudahkan untuk ke ar_Raudhoh maka alhamdulillah, akan tetapi jika ternyata ia tidak berkesempatan untuk ke ar-raudhoh maka tidak mengapa , tidak ada dosa sama sekali baginya, dan tidak mengurangi kemuliaan haji/ umrohnya sama sekali.
Tidak ada shalat khusus di ar-Raudhoh, demikian juga tidak ada ibadah khusus di ar-Raudhoh. Akan tetapi yang datang dalam dalil adalah keutamaan ar-Raudhoh, artinya ibadah apapun di ar-Raudhoh afdol. Namun tentunya di antara ibadah yang sangat agung yang sangat dianjurkan untuk dilakukan di ar-Raudhoh adalah sholat dan doa.
3. Kubur Nabi
Jika seseorang tiba di kota Madinah maka disunnahkan baginya untuk menziarahi kuburan diantaranya kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sekaligus juga menziarahi kuburan dua sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar yang dikuburkan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tata car ziarah kubur Nabi sebagai berikut :
Ia berdiri menghadap kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan penuh adab dan suara yang rendah lalu mengucapkan salam kepada Nabi dengan berkata :
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Keselamatan atasmu wahai Rasulullah dan rahmat Allah serta keberkahan-Nya atasmu”.
Bisa juga ditambahkan menjadi
السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامَ الْمُتَّقِيْنَ أَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْبَلَّغْتَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّيْتَ الْأَمَانَةَ وَنَصَحْتَ الْأُمَّةَ وَجَاهَدْتَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، فَجَزَاكَ اللهُ عَنْ أُمَّتِكَ أَفْضَلَ مَاجُزِي نَبِيٌّ عَنْ أُمَّتِهِ
“Keselamatan atas anda wahai penghulu para rasul dan pemimpin orang-orang yang bertakwa, aku bersaksi bahwasannya engkau telah menyampaikan risalah Allah, engkau telah menunaikan amanah, engkau telah menasehati umat, dan engkau telah berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sesungguhnya. Semoga Allah membalas kebaikanmu atas umatmu dengan balasan yang terbaik yang diberikan kepada seorang nabi atas umatnya”.
Dan tidak mengapa jika ditambah sholawat kepada Nabi.
Lalu ia bergeser sedikit ke kanan (sekitar setengah langkah) lalu ia mengucapkan salam kepada Abu Bakar dengan berkata :
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا أَبَا بَكْرٍالصِّدِّيْقِ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
“Keselamatan atasmu wahai Abu Bakar as-Shiddiiq dan rahmat Allah serta keberkahan-Nya atasmu”.
Dan tidak mengapa jika ia tambahkan :
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا خَلِيْفةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَثَانِيَهُ فِي الْغَارِ، جَزَاكَ اللهُ عَنَّا وَعَنِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ خَيْرَ الْجَزَاءِ
“Keselamatan atasmu wahai khalifah (penerus) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang yang kedua bersama Nabi di goa (Tsaur), semoga Allah memberi ganjaran bagimu atas jasamu terhadap kami, terhadap Islam dan kaum muslimin dengan ganjaran yang terbaik”.
Lalu ia bergeser sedikit ke kanan (sekitar setengah langkah) lalu ia mengucapkan salam kepada Umar bin al-Khotthob dengan berkata :
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا عُمَرُالْفَارُوْقُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
“Keselamatan atasmu wahai Umar al-Faaruuq (sang pembeda antara kebenaran dan kebatilan) dan rahmat Allah serta keberkahan-Nya atasmu”.
Dan tidak mengapa jika ia tambahkan :
السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَاثَانِيَ الْخُلَفَاءِالرَّاشِدِيْنَ، جَزَاكَ اللهُ عَنَّا وَعَنِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ خَيْرَ الْجَزَاءِ
“Keselamatan atasmu wahai khalifah yang kedua dari para al-Khulafaa’ ar-Rosyidin, semoga Allah memberi ganjaran bagimu atas jasamu terhadap kami, terhadap Islam dan kaum muslimin dengan ganjaran yang terbaik”.
Setelah memberi salam kepada Nabi, Abu Bakar, dan Umar maka hendaknya langsung pergi dan tidak menetap di situ untuk memberikan kesempatan kepada jamaah yang lainnya yang ingin memberi salam kepada Nabi dan kedua sahabatnya.
Kesalahan-kesalahan dalam Ziarah Kubur Nabi
Ziarah kubur secara umum adalah sunah (dianjurkan) dengan tujuan untuk mengingat akhirat dan kematian, serta untuk mendoakan penghuni kubur. Keumuman hukum ziarah kubur ini juga berlaku untuk ziarah kubur Nabi. Akan tetapi ziarah kubur nabi akan menjadi cacat tatkala orang yang berziarah kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan kesalahan-kesalahan dalam ziarah kubur Nabi.
Diantara kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah :
Pertama : Bertabarruk (ngalap barokah) dengan mengusap-ngusap dinding kuburan nabi dan menciumnya.
Bertabarruk atau mencari berkah dengan Nabi benar adanya ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup. Adapun bertabarruk dengan Nabi melalui dinding-dinding kuburan nabi adalah perbuatan yang tidak ada contohnya dan itu bidah.
Iman an-Nawawi berkata. “Tidak boleh thowaf di kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dibenci menempelkan perut dan punggung di dinding kuburan, hal ini telah dikatakan oleh al-Halimy dan yang selainnya. Dan dibenci mengusap kuburan dengan tangan dan dibenci mencium kuburan. Bahkan adab (*ziarah kuburan Nabi) adalah ia menjauh dari Nabi sebagaimana ia menjauh dari Nabi kalau dia bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala masih hidup. Dan inilah yang benar, dan inilah perkataan para ulama, dan mereka telah sepakat akan hal ini.
4. Kubur Baqi’
Al-Baqii’ adalah tempat perkuburan bagi penduduk kota Madinah sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hingga sekarang. Dikenal juga dengan Baqii’ al-Ghorqod, karena dahulu di situ banyak pohon al-Ghorqod yaitu pohon yang banyak durinya dan kurang daunnya. Tapi sekarang pohon itu sudah tidak ada di al-Baqii’.
Anjuran Menziarahi Kuburan Baqii’
Malaikat Jibril memerintahkan Nabi untuk mendoakan penghuni
al-Baqii. Nabi berkata kepada Aisyah, yang artinya :
إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيْعِ فَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ
“Sesungguhnya Rabbmu memerintahkanmu untuk mendatangi para penghuni pekuburan al-Baqii’ lalu engkau memohonkan ampunan bagi mereka”. (HR Muslim no 974)
Bahkan Nabi sering mendoakan para penghuni pekuburan al-Baqii’. Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata, yang artinya :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- - كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- - يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ
“Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika menginap di jatah nginap ‘Aisyah maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar di akhir malam ke pekuburan al-Baqii’, lalu beliau berkata, “Keselamatan atas kalian para penghuni tempat tinggal kaum mukminin, telah datang kepada kalian apa yang kalian dijanjikan, kamipun akan seperti kalian hanya saja untuk kami ditunda hingga kemudian hari, dan kami in syaa Allah sungguh akan menyusul kalian. Ya Allah berilah ampunan-Mu kepada penghuni kuburan Baqii’ al-Ghorqod”. (HR Muslin no 974)
Orang yang dikuburkan di Baqii’ mendapatkan anugerah, karena pada umumnya ia dishalatkan di masjid Nabawi, dan tentu yang menyolatkan sangatkah banyak, dan juga setelah dikuburkan di al-Baqii’ akan datang banyak jamaah haji dan umroh yang menziarahi pekuburan al-Bqii’ dan mendoakan penghuninya.
Karenanya saat ini semua yang meninggal di kota Madinah (baik orang sholih maupun tidak sholih) pada umumnya dikuburkan di pekuburan al-Baqii’. Dan sebelumnya juga di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pemimpin orang-orang munafik yaitu Abdullah bin Ubai bin Salul juga dikuburkan di al-Baqii’.
Di antara orang-orang mulia yang dimakamkan di al-Baqii’ : ‘Utsman bin Mazh’uun radhiallahu ‘anhu (orang yang pertama kali meninggal dari kalangan muhajirin dan yang pertama kali dikubur di al-Baqii’), Utsman bin ‘Affan, ‘Abdullah bin Mas’ud, Ibrahim putra Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Doa ketika di Pemakaman al-Baqii’ Yaitu doa yang diajarkan oleh Nabi kepada ‘Aisyah Radhiallahu ‘anhaa untuk diucapkan kepada para penghuni pemakaman al-Baqii’
السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِمِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
“Keselamatan bagi para penghuni kuburan dari kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang meninggal lebih dahulu dan juga yang belakangan, dan kami in syaa Allah benar-benar akan menyusul kalian”. (HR Muslim no 974)
5. Kuburan Syuhada’ Uhud
Para syuhada Uhud adalah para sahabat yang mati syahid dalam peristiwa perang Uhud yang terjadi pada hari sabtu di pertengahan bulan Syawwal pada tahun ke-2 hijriah. Mereka lalu dikuburkan di lokasi peperangan yaitu di lereng gunung Uhud. Bahkan ketika ada yang mau dikuburkan di luar lokasi perang maka Nabi memerintahkan untuk mengembalikannya.
Penamaan gunung Uhud karena ia menyendiri dan terpisah dari kumpulan gunung yang lainnya. Lokasi gunung Uhud terletak sekitar 5,5 km di sebelah utara Masjid Nabawi dengan tinggi sekitar 120m, panjang sekitar 7-8 km dan lebiar sekitar 2-3 km.
Di selatan gunung Uhud ada gunung/ bukit kecil yang dikenal dengan jabal ‘ainain. Namun sekarang bukit tersebut lebih dikenal dengan jabal ar-Rumaah. Ar-Rumaah artinya pasukan pemanah. Karena ketika terjadi perang Uhud Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menempatkan 50 pasukan pemanah di atas gunung tersebut yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair radhiallahu ‘anhu. Lokasi peperangan terletak antara gunung Uhud dan jabal ar-Rumaah. Dan disitulah dikuburkan sekitar 70 sahabat yang mati syahid dalam peristiwa perang Uhud.
Di antara 70 sahabat tersebut adalah : Hamzah bin Abdil Mutholib, Mush’ab bin ‘Umair, Abdullah bin Haroom (ayahnya Jabir bin Abdillah), Handzolah bin Abi ‘Aamir, ‘Amr bin al-Jamuuh, Abdullah bin Jahsy, Sa’ad bin Ar-Robii’,
Doa untuk Syuhada Uhud
Jika seseorang pergi ke kuburan syuhada Uhud maka hendaknya ia membaca doa tatkala ziarah kubur. Doanya yaitu :
السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِمِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
“Keselamatan bagi para penghuni kuburan dari kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang meninggal lebih dahulu dan juga yang belakangan, dan kami in syaa Allah benar-benar akan menyusul kalian”.
6. Masjid Quba
Dinamakan masjid Quba’ karena dibangun di kampung yang namanya Quba’, dan disitulah tempat tinggalnya bani ‘Amr bin ‘Auf, berjarak 5km barat daya masjid Nabawi. Asalnya Quba’ adalah sebuah sumur di sana, dan akhirnya menjadi nama kampung.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, kegiatan pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid Quba’. Sehingga masjid Quba’ menjadi masjid pertama dibangun dalam Islam dan masjid pertama yang digunakan Nabi untuk sholat berjamaah bersama para sahabat.
Masjid ini benar-benar sangat berkesan di hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karenanya setiap hari Sabtu Nabi mendatangi masjid ini, sebagaimana riwayat Al-Bukhari no 1191 yang artinya :
“Nabi selalu mendatangi masjid Quba’ setiap hari sabtu, maka jika beliau sudah masuk masjid beliau benci untuk keluar dari masjid kecuali setelah sholat di situ”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ikut serta dalam pembangunan masjid Quba’ sebagaimana Syamuus binti Nu’man radhiallahu ‘anhaa berkata, yang artinya :
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau tiba (di Quba’), beliau tinggal dan membangun masjid ini yaitu Masjid Qubaa’. Saya melihat beliau mengambil sebuah batu besar lalu beliau dekatkan ke (perut) beliau, dan aku melihat bekas putihnya tanah di perut atau pusar beliau, lalu datang seorang sahabat dan berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah biarkan saya yang bawa”. beliau menjawab, “Tidak, ambillah batu lain yang semisalnya!”. Dan sampai pada akhirnya beliau selesai membuat pondasinya. (HR at-Thabrani di Mu’jam al-Kabiir no 802).
Keutamaan Masjid Quba’
Pahalanya orang yang sholat di masjid Quba’ seperti pahala orang yang melaksanakan umroh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya :
“Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian mendatangi masjid Quba’ lalu shalat di dalamnya dengan suatu shalat maka baginya seperti pahala orang yang melaksanakan umroh”. (HR. Ibnu majah no 1412)
7. Masjid al-Qiblatain
Masjid Qiblatain yang artinya Masjid dua kiblat adalah salah satu masjid terkenal di Madinah dan dijadikan kunjungan para jamaah haji dan umroh. Semula masjid ini dikenal dengan nama Masjid Bani Salimah, karena dibangun di perkampungan Bani Salimah.
Ketika Nabi di Makkah, Nabi sholat menghadap Baitul Maqdis (masjid al-Aqsho) sekaligus menghadap kiblat. Nabi sholat antara rukun Yamani dan rukun Hajar Aswad, yaitu menghadap ke utara. Sebagaiman ibnu ‘Abbas berkata, yang artinya :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika di Makkah sholat menghadap Baitul Maqdis sementara Ka’bah di hadapan beliau”. (HR Ahmad no 2991 dengan sanad shahih)
Tetapi, ketika Nabi hijrah ke Madinah maka hal itu tidak bisa dilakukan lagi, karena Baitul maqdis di arah utara Madinah adapun Ka’bah di arah selatan Madinah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sholat menghadap Baitul Maqdis. Hal ini berlangsung selama kurang lebih 16 atau 17 bulan. Lalu Allah memerintahkan untuk merubah kiblat ke arah Ka’bah.
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Ibnu Katsir berkata, yang artinya :“Banyak ahli tafsir dan para ulama yang lainnya menyebutkan bahwa (perintah) perubahan qiblat turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sementara Nabi telah shalat 2 rakaat dari sholat dzuhur, yaitu di masjid Bani Salimah. Maka dinamakanlah masjid tersebut dengan Masjid al-Qiblatain” (Tafsir Ibnu Katsir 1/326).
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, terjadinya perubahan kiblat ini pada pertengahan bulan Rajab tahun kedua hijriah. (Fathul Baari 1/97)
Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran, namun tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut. Bangunan masjid Qiblatain memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Mekkah dan meminimalisir mihrab yang menghadap ke Yerussalem, Palestina. Menggunakan menara kembar dan kubah kembar. Kubah utama yang besar menunjukkan arah kiblat yang benar dan kubah kedua yang kecil hanya dijadikan sebagai pengingat sejarah.
Peringatan :
Masjid al-Qiblatain meskipun memiliki nilai sejarah tentang perubahan qiblat akan tetapi ia tidak memiliki keistimewaan khusus untuk beribadah di situ. Berbeda dengan masjid Nabawi dan masjid Quba’ yang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberi motivasi khusus untuk shalat di situ. Karenanya tidak disyari’atkan bagi jamaah haji ataupun umroh untuk bersengaja sholat di masjid al-Qiblatain dengan mengharapkan keberkahan atau pahala khusus.
8. Masjid al-Jum’ah
Masjid al-Jum’ah terletak di barat daya Madinah, di Wadi Ranuunaa’, degan jarak 900m utara Masjid Quba’ dan 6km dari Masjid Nabawi. Ketika awal kali Nabi dan para shahabat sholat jum’at di lembah Raanuunaa’ di kampung Bani Saaalim, ketika itu belum ada masjid. Karena masjid yang ada ketika itu satu-satunya adalah masjid Quba’.
Sebagaimana Ibnu Ishaq berkata, yang artinya : “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Quba’, di kampung Bani ‘Amr bin Auf… dan beliau membangun masjid beliau (Masjid Quba’), lalu beliau – dengan izin Allah – meninggalkan mereka pada hari jum’at ..(menuju kota Madinah).. di tengah jalan beliau mendapati waktu shalat jum’at di kampung Bani Saalim bin ‘Auf, maka beliau pun shalat di tempat shalat yang berada di perut lembah, yaitu lembah Raanuunaa’, maka itu adalah jum’at pertama yang Nabi sholat di kota Madinah. (Siroh Ibn Hisyaam 1/494).
Pembangunan masjid Jum’at datang belakangan dan bukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang membangunnya. Tahapan pembangunan masjid Jum’ah :
Pertama dibangun oleh Sultan Baayaziid al-“Utsmaani (yang memerintah dari tahun 886 – 918 Hijriah. Luas 36m2 dengan tinggi 5,5m)
Tahun 1409 H, bangunan masjid dirobohkan dan dibuat bangunan baru atas perintah Pelayan Dua Tanah Suci Raja Fahd bin Abdul Aziz.
Tahun 1412H, masjid Jum’at dibuka untuk umum dengan luas 1630 m2 dengan kapasitas 650 jamaah, memiliki 1 kubah utama yang tingginya 12m, 4 kubah kecil yang tingginya 5m dan menara adzan setinggi 25m
Tidak ada komentar:
Write komentar